DownloadFree PDF View PDF. Download Full PDF Package. UQ110G 1.Jelaskan Beberapa hal Seputar ulumul Qur'an! A.Pengertian Ulumul Qur'an Istilah Ulumul Quran berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata ulum dan Al-Quran. Kata ulum merupakan bentuk jamak dari kata ilmu. Adapun Al-Quran sebagaimana didefinisikan oleh ulama ushul, ulama fiqh dan
1. Pengertian Secara etimologi, berwazan taf’il, berasal dari kata fasr yang berarti al-idhah, al-syarh, dan al-bayan penjelasanatau keterangan,. Juga berarti al-ibanah menerangkan, al-kasyf menyingkap dan izhhar al-ma’na al-ma’qul menampakkan makna yang rasional.Keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat Al-Quran agar maksudnya lebih mudah Secara terminologi, adalah upaya untuk menjelaskan tentang arti atau maksud darifirman-firman Allah SWT sesuai dengan kemampuan manusia mufassir.2. Dua aliran penafsiran Tafsir bi al-matsur dengan riwayat. Ayat dijelaskan dengan ayat, ayat dijelaskan dengan hadis, ayat dijelaskan dengan pendapat sahabat dan tabi’ Tafsir bi al-ra’yi akal pikiran. Ayat dijelaskan dengan logika, ilmu, dan Pendekatan dan karakter yang selama ini dipakai atau digunakan oleh para ahli Al-Quran itu multimedimensi. Dapat dipahami dari berbagai Pendekatan tafsir adalah alat analisis yang mempengaruhi perspektif dalam melakukan Setiap pendekatan akan memperlihatkan karakteristik karakteristik tafsir a. Tafsir Fiqhib. Tafsir Shufic. Tafsir Falsafid. Tafsir Ilmie. Tafsir Adabi Ijtima’i4. 3 metode tafsir Metode Tahlili analisis, metode menafsirkan Al-Quran yang berusaha menjelaskan al-quran dengan menguraikan berbagai seginya dan menjelaskan apayang dimaksudkan oleh al-quran sesuai dengan urutan metode tahlili Dapat mengetahui dengan mudah tafsir suatu surat atau ayat.Mudah mengetahui munasabah anatara suatu surat atau ayat dengan surat atau ayat lainnya.Memungkinkan untuk dapat memberikan penafsiran pada semua ayat.Kaya ide dan informasi.Menjadi media dokumentasi sejarah, syar’i, dan metode tahlili Menghasilkan penfsiran yang parsial.Subjektivitas mufassir tidak mudah dihindari.
Matakuliahstudi Qur'an di PTAI masih menggunakan sebuah kitab-kitab klasik Ulum al-Qur'an, dan pada saat yang sama juga, mengenalkan sebuah aplikasi hermeneutika sebagai sebuah alternatif pendekatan dalam memahami ayat-ayat. 3 Adapun pengertian Al-Qur'an secara terminologi adalah Kalam Allah swt yang merupakan sebuah mukjizat yang
Ditemukan banyak pendapat seputar pengertian al-Quran secara terminologi, diantaranya adalah ; Pengertian al-Quran menurut al-Asfahani; al-Quran secara khusus didefinisikan sebagai kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dan menjadikannya sebagai sumber pengetahuan, sebagaimana kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa dan kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa. Pengertian al-Quran menurut Manna’ al-Qaththaan ; Al-Quran al-Karim adalah mukjizat islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepada Rasulullah, Nabi Muhammad saw untuk mengeluarkan manusia dari suasana gelap menuju yang terang, serta membimbing, mereka ke jalan yang lurus … Dia al-Quran adalah Kalam Allah yang bernilai mukjizat, yang diturunkan kepada para nabi dan rasul, dengan perantaraan malaikat Jibril as. Ia tertulis pada mashahif’, diriwayatkan kepada kita dengan mutawātir, membacanya terhitung ibadah, diawali dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat al-Nas. Pengertian al-Quran dalam Ensiklopedi al-Quran ; Al-Quran adalah kalam Allah yang menjadi mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dengan lafaz dan maknanya dari dengan perantaraan malaikat Jibril as yang tertulis dalam mushaf yang disampaikan secara mutawatir, dimulai dengan Surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas. Keempat versi pengertian al-Quran yang sempat penulis kutip tersebut, terlihat bahwa kesemuanya memiliki banyak persamaan. Bahkan, dua definisi yang disebutkan terakhir nomor 3 dan 4, kelihatannya sangat identik. Karena itu, kesemua pengertian al-Quran yang telah disebutkan di atas dapat diperpegangi. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dibatasi bahwa al-Quran secara terminologi adalah kalam Allah yang mengandung kemukjizatan dan diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, sebagai pedoman hidup bagi umat Islam secara khusus dan pedoman umat manusia secara umum. Dengan batasan seperti ini, maka al-Quran bukanlah kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya. Pada sisi lain, keotentikan al-Quran tidak sama dengan Taurat dan Injil, atau kitab-kitab lainnya. Referensi Makalah Kepustakaan Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an dialihbahasakan oleh Muhammad Qadirun Nur dengan judul Ikhtisar Ulumul Qur’an Cet. I; Jakarta, Pustaka Amani, 1988. Tim Penyusun Yayasan Bimantara, Ensiklopedi Al-Qur’an Cet. I; Jakarta Yayasan Bimnatara, 1997.
Secaraetimologi, kata Ulumul Qur'an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu "Ulum" dan "Al-Qur'an". Kata ulum adalah bentuk jamak dari kata "ilmu" yang berarti ilmu-ilmu.
Kata Ulum dalam bahasa arab adalah bentuk jamak plural dari kata عِلْمُ ilm. Ia merupakan bentuk masdar dari kata عَلِمَ- يَعْلَمُ عُلُوْمٌ . Secara etimologi arti kata عِلْمُ ilmu adalah semakna dengan kata المعرفة الفهم و pemahaman dan pengetahuan. Pada pendapat yang lain kata ilmu juga diartikan dengan kata الجزم yang pasti, artinya suatu kepastian yang dapat diterima akal penjelasannya. Di dalam ensiklopedi islam dijelaskan bahwa kata ilmu adalah merupakan lawan kata dari jahl yang berati ketidaktahuan, atau kebodohan. Kata ilmu juga biasa disepadankan dengan kata bahasa arab lainnya, yaitu ma’rifah pengetahuan, fiqh pemahaman, hikmah kebijaksanaan, dan syu’ur perasaan. Ma’rifah adalah padanan kata yang paling sering digunakan. Selanjutnya Muhammad Quraish Shihab menjelaskan bahwa setiap kosa kata bahasa arab yang menggunakan kata yang tersusun dari huruf-huruf ain, lam, dan mim dalam berbagai bentuknya adalah berarti sesuatu yang sedemikian jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan. Berdasarkan pengertian ilmu tersebut maka dapat ditarik sebuah pengertian bahwa arti kata Ulumsebagai jamak plural dari kata ilmu secara etimologi adalah berarti kumpulan dari beberapa ilmu. Secara terminologi, definisi ilmu cukup beragam sekali, sebab pengertian tersebut selalu diwarnai oleh pendekatan masing-masing tokoh, yaitu sebagai berikut a M. Quraishy shihab mendefenisikan ilmu sebagai اِدْرَاكُ الشَّيْءِ بِحَقِيْقَتِهِ mengetahui yang sebenarnya. b Menurut para hukama’, ilmu adalah يريدون به صورة الشيء الحاصلة فى العقل او تعلق النفس با الشيء على جهة انكشافه Suatu yang dengannya memberikan gambaran terhadap sesuatu yang dihasilkan akal atau ketergantungan diri dengan sesuatu berdasarkan ungkapan yang jelas. c Para Ahli Kalam memberi pengertian ilmu dengan بانه صفة يتجلى بها الامر لمن قامت به Suatu yang dengannya ilmu seseorang menjadi memiliki sifat yang jelas dalam menghadapi suatu perkara. Ketika ilmu diartikan dengan pengetahuan, maka pengetahuan memiliki dua jenis, yaitu pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan biasa diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti perasaan, pikiran, pengalaman, panca indra, dan intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan objek, cara, dan kegunaannya. Dalam bahasa inggris jenis pengetahuan ini disebut knowledge. Selanjutnya pengetahuan ilmiah adalah keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu, tetapi dengan memperhatikan objek yang ditelaah, cara yang digunakan, dan kegunaan pengetahuan tersebut. Dengan kata lain, pengetahuan ilmiah harus memperhatikan objek ontologis, landasan epistomologis, dan landasan aksiologis dari pengetahuan itu sendiri. Jenis pengetahuan ini dalam bahasa inggris disebut science. maka adapun ilmu yang masuk dalam kategori pengetahuan ini adalah pengetahuan ilmiah. Berdasarkan beberapa pengertian ilmu tersebut pemakalah memahami bahwa eksistensi ilmu adalah pengetahuan utuh terhadap suatu objek yang dapat dibuktikan kebenarannya. Selanjutnya pengertian ilmu juga dapat ditinjau dari penjelasan ayat Al-Qur’an, misalnya sebagaimana penjelasan firman Allah SWT. dalam surah an-naml 15-16. 15. Dan Sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan "Segala puji bagi Allah yang melebihkan Kami dari kebanyakan hamba-hambanya yang beriman". 16. dan Sulaiman telah mewarisi Daud , dan Dia berkata "Hai manusia, Kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan Kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya semua ini benar-benar suatu kurnia yang nyata". Ayat ini menyimpulkan bahwa arti ilmu yang diwariskan Allah kepada Nabi Daud dan Sulaiman terbagi dua bagian yaitu ilmu tentang pengelolaan alam sunnatullah sebagai investasi untuk menjalankan kenabian dan roda pemerintahan yang dipimpinnya, dan pengetahuan tentang kalamullah, yaitu pengetahuan tentang kitab Zabur. Dengan demikian sebuah ilmu dalam islam harus dapat dibuktikan kebenarannya melalui standarisasi islam, sehingga proses melahirkan dan menerapkan ilmu tersebut sarat dengan nilai-nilai keislaman. Oleh karena hakikat ilmu dalam konsep islam adalah berasal dari Allah SWT. Maka proses penelusuran dan penggunaan ilmu tersebut wajib mematuhi nilai-nilai islam atau ketetapan yang telah diatur Allah SWT. Dalam konteks sebagai disiplin ilmu, Abu Syahbah menjelaskan bahwa suatu ilmu juga berarti sejumlah materi pembahasan yang dibatasi kesatuan tema atau tujuan. Maksudnya sebuah ilmu itu juga harus memiliki kesatuan kawasan garapan pembahasan yang jelas dan tujuan tertentu. Dengan demikian, bahwa pengertian kata Ulum sebagai jamak plural dari kata ilmu adalah kumpulan dari sejumlah pengetahuan ilmiah yang membahas sejumlah materi yang dibatasi kesatuan tema atau tujuan. Al-Qur’an secara etimologi mengandung makna yang berbeda-beda ditinjau dari perspektif ulama, yaitu a Al-lihyani dan kawan-kawan mengatakan Al-Qur’an berasal dari kata qara’a membaca adalah merujuk kepada firman Allah SWT. Pada surat al-Qiyamah 75 ayat 17-18 17. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya di dadamu dan membuatmu pandai membacanya. 18. apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. b Al-Zujaj menjelaskan bahwa kata Al-Qur’an merupakan kata sifat yang berasal dari kata القرأ al-qar’ yang artinya menghimpun. Kata sifat ini kemudian dijadikan nama bagi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Makna tersebut menunjukkan bahwa kitab Al-Qur’an menghimpun surat, ayat, kisah, perintah, larangan dan intisari kitab-kitab suci sebelumnya. c Al-asy’ari mengatakan bahwa Al-Qur’an diambil dari kata kerja qarana’ menyertakan karena Al-Qur’an menyertakan surat, ayat, dan huruf-huruf. d Al-farra’ menjelaskan bahwa kata Al-Qur’an diambil dari kata dasar qara’in’ penguat karena Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat yang saling menguatkan, dan terdapat kemiripan antara satu ayat dengan ayat-ayat lainnya. Berdasarkan pendekatan etimologi tersebut dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an memiliki beberapa kriteria yang beragam, seperti kitab yang menjadi bacaan, kitab yang menghimpun berbagai hal, kitab yang mengandung berbagai kebaikan, dan kitab yang menguatkan kebenaran. Artinya semua makna nama-nama di atas adalah memberikan pesan positif terhadap eksistensi dan peran Al-Qur’an di tengah-tengah kehidupan manusia. Dalam teori yang lain, istilah Al-Qur’an dinyatakan sebagai nama khusus yang ditujukan kepada kumpulan wahyu Allah SWT. Yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Istilah Al-Qur’an ini bukan berasal dari pecahan kata dalam bahasa arab ialah nama kitab-kitab seperti Taurat, Zabur, dan injil. Semua istilah ini adalah khusus untuk nama kumpulan waahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabinya masing-masing. Sedangkan Al-Qur’an secara terminologi berdasarkan pendapat ulama sebagaimana berikut a Menurut Manna’ Khalil Al-Qattan كَلَامُ اللهِ الْمُنَزّلُ عَلَى مُحَمّدٍ المُتَعَبّدُ بِتِلَاوَتِهِ “Kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dan membacanya memperoleh pahala”. Kalimat membacanya memperoleh pahala’ pada pengertian di atas telah memberikan pada sebahagian orang bahwa hanya Al-Qur’an yang berpahal membacanya. Namun menurut pemakalah sendiri persepsi demikian adalah keliru, sebab kata-kata lain juga banyak yang bernilai pahala membacanya, seperti Haditst, zikir dan lain-lain. Menurut hemat pemakalah kata-kata tersebut di dalam defenisi Al-Qur’an adalah bermaksud untuk menunjukkan keistimewaan Al-Qur’an al-karim dibanding bacaan-bacaan yang lain. b Menurut Abu Syahbah هُوَ كِتَابُ اللهِ عَزّ وَجَلّ المُنَزّلُ عَلىَ خَاتَمِ أَنْبِيَائِهِ مُحَمّدٍ بِلَفْظِهِ وَمَعْنَاهُ، الْمَنْقُوْلُ بِالتّوَاتُرِ الْمُفِيْدُ لِلْقَطْعِ وَالْيَقِيْنِ الْمَكْتُوْبُ فِى الْمَصَاحِفِ مِنْ اَوّلِ سُوْرَةِ الفَاتِحَةِ اِلىَ آخِرِ سُوْرَةِ النّاسِ. “Kitab Allah yang diturunkan-baik lafadzh maupun maknanya- kepada Nabi terakhir, Muhammad SAW., yang diriwayatkan secara mutawatir, yakni dengan penuh kepastian dan keyakinan akan kesesuaiannya dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad, yang ditulis pada mushaf mulai dari awal surat al-fatihah sampai akhir surat an-nash. Defenisi di atas sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah An-Nahl ayat 89 89. ..... dan Kami turunkan kepadamu Al kitab Al Quran untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. Sebagaimana dijelaskan di atas ungkapan Ulum Al-Qur’an telah menjadi nama bagi suatu disiplin ilmu dalam kajian islam. Secara bahasa ungkapan ini berarti ilmu-ilmu Al-Qur’an. Oleh karena itu di indonesia disiplin ilmu ini kadang-kadang disebut Ulum Al-Qur’an atau Ulumul Qur’an dan kadang-kadang disebut ilmu-ilmu Al-Qur’an. Dengan demikian kata Ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an tersebut telah memberikan pengertian bahwa Ulum Al-Qur’an adalah kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahamannya terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Dari sisi gramatikalnya, pengertian Ulum Al-Qur’an dapat dipahami melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan idhafi dan maknawi. Pengertian Ulum Al-Qur’an secara idhafi yakni dalam bentuk idhofi ghoiru mahdhah maka makna lafadh “Ulum” yang disandarkan kepada lafadzh “Al-Qur’an” adalah berarti semua ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an karena lafadh “Ulum” adalah jamak plural yang berarti banyak, sehingga mencakup semua ilmu yang membahas Al-Qur’an dari berbagai macam segi. Antara lain, ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasm ustmany, ilmu gharib lafadzh, majaz Qur’an, dan lain-lain. Selanjutnya definisi Ulum Al-Qur’an secara maknawi adalah segala sesuatu yang di bahas di dalamnya berkaitan dengan Al-Qur’an, seperti menurut Abu bakar al-arabi ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an mencapai bagian. Hitungan ini diperoleh dari hasil perkalian jumlah kalimat Al-Qur’an dengan empat, karena masing-masing kalimat Al-Qur’an mempunyai makna zhahir, batin, hadd, dan mathla’. Jumlah tersebut akan semakin bertambah jika melihat urutan kalimat di dalam Al-Qur’an serta hubungan urutan itu. Jika sisi itu yang dilihat maka ruang lingkup/kawasan pembahasan ’UlumAl-Qur’an tidak akan dapat terhitung lagi. Sedangkan Ulum Al-Qur’an secara terminologi berdasarkan pendapat ulama sebagaimana berikut a Menurut Muhammad hasby ash-shiddiqy مَبأَحِثُ تَتَعَلّقُ بِالْقُرْأنِ الْكَرِيْمِ مِنْ نَاحِيَةِ نُزُوْلِهِ وَتَرْتِيِبِهِ وَجَمْعِهِ وَكِتَابَتِهِ وَقِرَاءَتِهِ وَتَفْسِيْرِهِ وَاِعْجَازِهِ وَنَاسِخِهِ وَمَنْسُوْخِهِ وَدَفْعِ الشُّبَهِ وَنَحْوِ ذَالِكَ . “Beberapa pemahaman yang berhubungan dengan Al-Qur’an al-karim, dari segi turunnya, urutan penulisan, kodifikasi, cara membaca, kemukjizatan, nashikh, mansukh, dan penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, serta hal-hal lain”. b Menurut Abu Syahbah sebagaimana yang dikutip oleh rosihon anwar menjelaskan عِلْمٌ ذُوْ مَبَا حِثَ تتعلّقُ باِالقُرْآنِ الْكَرِيْمِ مِنْ حَيْثُ نُزُوْلِهِ وَتَرْتِيْبِهِ وَكِتَابَتِهِ وَجَمْعِهِ وَقِرَاءَ تِهِ وَتِفْسِيْرِهِ وَاِعْجَازِهِ وَنَاسِخِهِ وَمَنْسُوْخِهِ وَمُتَشَابِهِهِ إِلىَ غَيْرِ ذَالِكَ مِنْ المَبَاحِثِ الّتِى تُذْكَرُ فِي هَذَا الْعِلْمِ. “Beberapa pemahaman yang berhubungan dengan Al-Qur’an al-karim, dari segi turunnya, urutan penulisan, kodifikasi, cara membaca, kemukjizatan, nashikh, mansukh, dan penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, serta hal-hal lain”. Walaupun dengan redaksi yang sedikit berbeda, defenisi-defenisi di atas mempunyai maksud yang sama. Yaitu menjelaskan Ulum Al-Qur’an sebagai kumpulan sejumlah pembahasan yang pada mulanya merupakan ilmu-ilmu yang berdiri sendiri, ilmu-ilmu ini tidak keluar dari ilmu-ilmu agama dan bahasa, karena masing-masing menampilkan sejumlah aspek pembahasan yang dianggapnya penting untuk menjelaskan kandungan-kandungan Al-Qur’an dari berbagai aspeknya. Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i menjelaskan bahwa pengertian Ulum Al-Qur’an di atas mengandung dua substansi pokok, yaitu 1. Ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah pembahasan 2. Pembahasan-pembahasan ini mempunyai hubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi aspek keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia. Selanjutnya kata مَباحِثَ yang merupakan bentuk jamak plural yang tidak berhingga shighah muntaha al-jumu’ pada defenisi pertama adalah menegaskan bahwa pembahasan Ulum Al-Qur’an pada pengertian di atas tidak terbatas pada aspek-aspek yang ditampilkan saja, melainkan mencakup pembahasan tentang penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan-keraguan terhadap Al-Qur’an. Selanjutnya keluasan kawasan garapan ’Ulum Al-Qur’an juga diperkuat oleh kata وَنَحْوِ ذَالِكَ yang berarti menunjukan pembahasan apapun yang tidak dapat disebutkan jumlahnya, sejauh ilmu tersebut menyoroti aspek-aspek al qurân termasuk Ulum Al-Qur’an. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Ulum Al-Qur’an adalah suatu nama disiplin ilmu bagi sekumpulan ilmu-ilmu yang ada kaitannya dengan Al-Qur’an. Page 2
Kataulûm al-Qur'an berasal dari bahasa Arab, terdiri dari kata 'ulûm dan al-Qur'an. Kata 'ulûm merupakan bentuk jamak dari ilmu yang secara etimologis berarti ilmu-ilmu. [3] Menurut Manna' al-Qaththan, 'Ulûm merupakan bentuk jama dari 'Ilmu yang berarti al-fahmu wa al-Idrâk berarti faham dan menguasai.
loading... ULUMUL QUR’AN A. Pengertian Ulumul Qur’an Ulumul Qur’an terdiri atas dua kata ulum dan al-Qur’an. Ulum علوم adalah jamak dari kata tunggal ilm علم, yang secara harfiah berarti ilmu. Sedangkan al-Qur’an adalah nama bagi kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. Dengan demikian, maka secara harfiah kata ulumul qur’an’ dapat diartikan sebagai ilmu-ilmu al-Qur’an. Ulumul Qur’an adalah salah satu jalan yang bisa membawa kita dalam memahami al-Qur’an. 1. Pengertian Ulum Kata ulum علوم merupakan bentuk plural dari dari kata tunggal ilm علم. Kata ilm adalah bentuk masdar kata kerja yang dibendakan. Secara etimologis berarti al-fahmu paham, al-ma’rifah tahu dan al-yaqin yakin. Secara terminologis ilmu adalah gambaran sesuatu yang dihasilkan dari akal. Adapun menurut syara’, ilmu adalah mengetahui dan memahami Ayat-ayat Allah dan lafalnya berkenaan dengan hamba dan mahluk-makhluknnya. Imam Ghazali berpendapat bahwasanya ilmu sebagai objek yang wajib dipelajari oleh orang Islam adalah konsep tentang ibadah, akidah, tradisi dan etika Islam secara lahir dan batin. Al-Qur’an menggunakan kata ilm dalam berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 kali. Antara lain firman Allah dalam al-Baqarah/2 31-32 “proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan” . 2. Pengertian Al-Qur’an Al-Qur'an adalah kalam Allah yang berupa mukjizat, diturunkan kepada Muhammad saw. dan dinukil kepada kita secara mutawatir, serta dinilai beribadah ketika membacanya, mulai dari surah al-Fatihah sampai ke akhir surah al-Nas. 3. Pengertian Ulumul Qur’an Adapun yang dimaksud dengan Ulumul Qur’an dalam terminologi para ahli ilmu-ilmu al-Qur’an seperti diformulasikan Muhammad Ali al-S}abuni adalah sebagai berikut “Yang dimaksud dengan Ulumul Qur’an ialah rangkaian pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an yang agung lagi kekal, baik dari segi proses penurunan dan pengumpulan serta tertib urutan-urutan dan pembukuannya, dari sisi pengetahuan tentang asbabun nuzul, makiyyah-madaniyyah, nasikh-mansukhnya, muhkam mutasyabihnya, dan berbagai pembahasan lain yang berkenaan dengan al-Qur’an.” definisi yang lain, seperti Manna al-Qattan dalam Mabah}is fi Ulum al-Qur’an “Ulumul Qur'an adalah ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur'an dari sisi informasi tentang Asbabun al-Nuzul sebab-sebab turunnya al-Qur'an, kodifikasi dan tertib penulisan al-Qur'an, ayat-ayat makkiyah dan madaniyah, nasihk dan mansukh, ayat-ayat muhkam dan mutasyabih dan hal-hal lain yang berkaitan dengan al-Qur'an”. B. Ruang Lingkup dan Pembahasan Ulumul Qur’an Ruang lingkup dan pembahasan Ulumul Qur’an sangat luas. Dalam kitab al-Itqan, al-Syuyuti menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian al-Suyuti mengutip Abu Bakar Ibnu al-Araby yang mengatakan bahwa Ulumul Qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna zahir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufradatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. Menurut Quraish Shihab, materi pembahasan Ulumul Qur’an dapat dibagi dalam empat komponen 1 pengenalan terhadap al-Qur’an, 2 kaidah-kaidah tafsir, 3 metode-metode tafsir, dan 4 kitab-kitab tafsir dan itu, Jalal al-Din al-Bulqiny membagi kajian ilmu al-Qur’an menjadi enam kelompok besar, yaitu 1 Nuzul, 2 Sanad, 3 Ada’, 4 Al-Faz, 5 Ma’nan Mutaalliq bi al-Ahkam, dan 6 Ma’nan muta’alliq bi al-faz. Selanjutnya 6 kelompok ini dibagi lagi menjadi 50 persoalan seputar pembahasan Ulumul Qur’an. Senada dengan pandangan al-Bulqiny, Hasby al-Shiddieqi berpendapat dari segala macam pembahasan Ulumul Qur’an itu kembali ke beberapa pokok pembahasan saja seperti 1. Nuzul. Ayat-ayat yang menunjukan tempat dan waktu turunya ayat al-Qur’an misalnya makkiyah, madaniyah, hadhariah, safariyah, nahariyah, lailiyah, syita’iyah, shaifiyah, dan firasyiah. 2. Sanad. Sanad yang mutawattir, ahad, syadz, bentuk-bentuk qira’at nabi, para periwayat dan para penghapal al-Qur’an, dan cara tahammul penerimaan riwayat. 3. Ada’ al-Qira’ah. Menyangkut waqaf, ibtida’, imalah, madd, takhfif hamzah, idgham. 4. Pembahasan yang menyangkut lafadz Al-Qur’an, yaitu tentang gharib, mu’rab, majaz, musytarak, muradif, isti’arah, dan tasybih. 5. Pembahasan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna Am dan tetap dalam keumumanya, Am yang dimaksudkan khusus, Am yang dikhususkan oleh sunnah, nash, zahir, mujmal, mufashal, mantuq, mafhum, mutlaq, muqayyad, muhkam, mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, muqaddam, mu’akhar, ma’mul pada waktu tertentu, dan ma’mul oleh seorang saja. 6. Pembahasan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan lafadz, yaitu fasl, wasl, i’jaz, itnab, musawah, dan qasr. KESIMPULAN 1. Ulumul Qur’an terdiri atas dua kata ulum dan al-Qur’an. Ulum علوم adalah plural dari kata tunggal ilm علم, yang secara harfiah berarti ilmu. Sedangkan al-Qur’an adalah nama bagi kitab Allah yang di turunkan kepada nabi Muhammad saw. Dengan demikian, maka secara harfiah kata ulumul qur’an’ dapat diartikan sebagai ilmu-ilmu al-Qur’an. Secara etimologis, Ulumul Qur'an adalah Ilmu-ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur'an dari sisi informasi tentang Asbabun Nuzul sebab-sebab tuunnya Al-Qur'an, kodifikasi dan tertib penulisan al-Qur'an, ayat-ayat makkiyah, madaniyah, nasikh dan mansukh, al-muhkam dan mutasyabih, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Al-Qur'an. 2. Istilah Ulumul Qur’an sebagai satu cabang ilmu belum dikenal di zaman Rasulullah saw. Setiap persoalan yang muncul di masa itu selalu dikembalikan/ditanyakan langsung kepada Rasulullah, sehingga Rasulullah mendapat gelar seolah-olah al-Qur’an berjalan di atas bumi. Demikian pula zaman Abu Bakar dan Umar bin Khattab. 3. Di era pemerintahan Usman bin Affan, ketika bangsa Arab mulai mengadakan kontak dengan bangsa-bangsa lain, mulai terlihat ada perselisihan dikalangan umat Islam, khususnya dalam hal bacaan Al-Qur’an. Akhirnya, Usman berinisiatif untuk melakukan penyeragaman tulisan al-Qur’an dengan menyalin sebuah Mushaf Al-Imam induk yang disalin dari naskah-naskah aslinya. Keberhasilan Usman dalam menyalin Mushaf Al-Imam ini berarti ia telah menjadi peletak pertama bagi tumbuh dan berkembangnya ilmu al-Qur’an yang kemudian populer dengan Ilmu Rasm Al- Qur’an atau Ilmu Rasm Usmani. 4. Al-Qur’an ketika itu belum diberi harkat maupun tanda baca lainnya untuk memudahkan membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu, Ali memerintahkan Abu Al-Aswad Al-Dualy w. 691 H. untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa arab dalam upaya memelihara bahasa Al-Qur’an. Tindakan Ali ini kemudian dianggap sebagai perintis lahirnya Ilm al-Nahw dan Ilm I’rab Al-Qur’an. 5. Ilmu al-Qur’an terus berkembang sejak abad II H sampai munculnya al-Suyuti pada abad IX. Pada waktu itu, perkembangan Ilmu-ilmu al-Qur'an seolah-olah telah mencapai puncaknya dan berhenti dengan berhentinya kegiatan ulama dalam mengembangkan Ilmu-ilmu Al-Qur'an, dan keadaan semacam itu berjalan sejak wafatnya Iman Al-Suyuti. Setelah wafatnya al-Suyuti sampai saat ini, ulama-ulama kontemporer terus mengembangkan ilmu al-Qur’an loading...
Olehkarena itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur'an diperlukanlah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana, tata cara menafsiri Al-Qur'an. Yaitu Ulumul Qur'an atau Ulum at tafsir. Pembahasan mengenai ulumul Qur'an ini insya Allah akan dibahas secara rinci pada bab-bab selanjutnya.
Para ulama dalam bidang ilmu al-qur’an telah mendefinisikan al-qur’an menurut pemahaman mereka masing-masing, aik secara etimologi maupun terminologi. Secara etimologi para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan Qur’an. Berikut beberapa pendapat tersebut 1. Menurut al-Lihyany w. 215 H dan segolongan ulama lain Kata Qur’an adalah bentuk masdar dari kata kerja fi’il, Qoro’a artinya membaca, dengan perubahan bentuk kata/tasrif “Qoro’a – Yakro’u – Qur’anan”. Dari tasrif tersebut, kata Qur’anan artinya bacaan yang bermakna isim maf’ul maqruu’u artinya yang dibaca. Pendapat ini sesuai firman Allah Swt dalam QS Al-Qiyamah 17-18. Artinya sesungguhnya kami yang akan mengumpulkannya di dadamu dan membacakannya. Apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. 2. Menurut Al-Asy’ari w. 324 H Kata Qur’an berasal dari lafaz Qarana yang artinya menggabungkan sesuatu dengan yang lain. Kemudian kata tersebut dijadikan sebagai nama kalamullah yang diturunkan kepada nabi-Nya, mengingat bahwa surat-suratnya, ayat-ayatnya dan huruf-hurufnya beriring-iringan dan yang satu digabungkan dengan yang lain. 3. Menurut Al-Faraa’ w. 207 H Kata al-Qur’an berasal dari lafad Qara’inun merupakan bentuk jama’ dari kata Qarinati yang berarti petunjuk atau indikator, mengingat bahwa ayat-ayat al-Qur’an satu sam lain saling membenarkan. Dan kemudian dijadikan nama bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. 4. Menurut Az-Zujaj w. 331 H Kata Qur’an itu kata sifat dari Al-Qar’u yang sewajan seimbang dengan kata Pu’lanun yang artinya Al-jam’u. Selanjutnya kata itu digunakan sebagai salah satu nama bagi kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. 5. Menurut Asy-Syafi’i w. 204 H Kata al-Qur’an adalah isim alam, bukan kata bentukan ishtiqaq dari kata apapun dan sejak awal memang digunakan sebagai nama khusus bagi kitab suci yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad saw sebagaimana halnya dengan nama-nama kitab suci sebelumnya. Berikut beberapa pendapat para ulama mengenai definisi al-Qur’an Secara terminologi diantaranya adalah a. Syeikh Muhammad Khudari Beik Dalam Kitab Tarikh at-Tasyri’ al-Islam, Sheikh Muhammad Khudari Beik Mengemukakan definisi al-Qur’an sebagai berikut Artinya “Al-Qur’an ialah lafaz firman Allah Swt yang berbahasa Arab, yang diturunkan kepada Muhammad saw, untuk dipahami isinya dan selalu diingat, yang disampaikan dengan cara mutawatir, yang ditulis dalam mushaf, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.” b. Subkhi Salih Subkhi Salih mendefinisikan al-Qur’an sebagai berikut Artinya “Al-Quran adalah kitab Allah Swt yang mengandung mukzijat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan secara mutawatir dan bernilai ibadah membacanya.” c. Syeikh Muhammad Abduh Menurut Syeikh Muhammad Abduh definisi Al-Qur’an adalah Artinya “Kitab al-Qur’an adalah bacaan yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang terpelihara dalam dada orang yang menjaganya dengan menghafalnya yakni orang-orang islam.”
TERMINOLOGIDr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut: "Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah"
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan hidayah Islam dan Iman kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutinya. Pada kesempatan kali ini, kita akan mempelajari bersama ilmu ushul fiqh yang merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting dalam kajian agama Islam. A. Apa itu Ushul Fiqh? 1. Pengertian Ushul Fiqh Secara Etimologi Ushul Fiqh أُصُوْلُ الْفِقْهِ secara etimologi terdiri dari dua suku kata yaitu ushul dan fiqh. Berikut ini pengertian dari masing-masing kedua suku kata tersebut a. Pengertian Ushul Ushul أُصُوْلٌ secara etimologi adalah bentuk jamak dari kata ash-lun أَصْلٌ yang berarti asal, pokok, atau pondasi; yakni sesuatu yang menjadi pondasi suatu bangunan baik itu yang bersifat fisik maupun nonfisik. Contohnya akar pohon yang mana ia merupakan pondasi dari pohon itu sendiri. Sebagaimana firman Allah ta’ala أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit QS. Ibrahim 24 b. Pengertian Fiqh Adapun fiqh فِقْهٌ secara bahasa bermakna fah-mun فَهْمٌ yang artinya pemahaman mendalam yang memerlukan pengerahan akal pikiran. Pengertian ini ditunjukkan dalam firman Allah ta’ala وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي *يَفْقَهُوا قَوْلِي dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, sepaya mereka memahai perkataanku, QS. Thaha 27 – 28 Menurut Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, fiqh secara terminologi adalah مَعْرِفَةُ الْأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الْعَمَلِيَّةِ بِأَدِلَّتِهَا التَّفْصِيْلِيَّةِ Mengenal hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliyyah dengan dalil-dalilnya yang terperinci.[1] 2. Pengertian Ushul Fiqh Secara Terminologi Adapun pengertian ushul fiqh secara terminologi adalah عِلْمٌ يَبْحَثُ عَنْ أَدِلَّةِ الْفِقْهِ الْإِجْمَالِيَّةِ وَكَيْفِيَّةِ الْاِسْتِفَادَةِ مِنْهَا وَحَالِ الْمُسْتَفِيْدِ Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang umum dan cara mengambil faedah dari dalil tersebut serta membahas keadaan orang yang mengambil faedah.[2] Ushul fiqh adalah ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang bersifat global, yaitu berupa kaidah-kaidah umum; seperti Perintah menunjukkan hukum wajib selama tidak ada indikasi yang memalingkannya dari hukum tersebut. Larangan menunjukkan hukum haram selama tidak ada indikasi yang memalingkannya dari hukum tersebut. Sahnya suatu amalan menunjukkan amalan tersebut telah terlaksana. Dan sebagainya. Kemudian di dalam ilmu ini dibahas pula tata cara pengambilan faedah hukum dari dalil-dalil yang ada dengan mempelajari hukum-hukum lafadz dan penunjukkannya; seperti umum, khusus, mutlaq, muqoyyad, nasikh, mansukh, dan sebagainya. Dengan memiliki ilmu tersebut maka kita bisa mengambil faedah-faedah hukum atau mengambil kesimpulan hukum dari dalil-dalil fiqh yang ada. Selain itu, dibahas juga dalam ilmu ini tentang ihwal mustafid. Atau bisa juga disebut dengan mujtahid; yaitu mereka yang memiliki kapasitas ilmu sehingga mampu mengambil faedah hukum dari dalil yang ada. Pembahasan mengenai mustafid ini mencakup syarat-syaratnya, tingkatan-tingkatannya, hukumnya, dan semacamnya. Di sisi lain, dibahas juga tentang muqallid; yakni orang awam yang belum memiliki kapasitas ilmu untuk bisa mengambil faedah hukum. Sehingga mereka mengikuti para mujtahid yang sudah memiliki kapasitas untuk itu. B. Perbedaan Antara Fiqh dan Ushul Fiqh 1. Objeknya Objek kajian atau pembahasan dalam ilmu ushul fiqh secara umum mencakup 3 hal Sumber dan dalil hukum syar’i secara global Hukum syar’i yang terkandung dalam dalil secara global Kaidah ushuliyyah dan metode istinbath hukum syar’i Perbedaannya dengan fiqh adalah Pertama Bahwa ushul fiqh hanya membahas sumber dan dalil hukum syar’i secara global, seperti ijma’ dapat dijadikan dalil, penunjukkan lafadz umum itu bersifat persangkaan, istihsan itu dapat dijadikan hujjah, dan semacamnya. Sedangkan fiqh yang dibahas dalilnya bersifat rinci, seperti dalil wajibnya niat dalam suatu amalan adalah “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya.” dan sebagainya. Kedua Bahwa ushul fiqh hanya membahas hukum syar’i secara global yang terkandung dalam sebuah dalil; seperti apa hukum yang terkandung dalam dalil ini? Wajibkah? Atau haramkah? Atau selainnya? Sementara fiqh membahas hukum syar’i secara terperinci; seperti niat dalam shalat itu hukumnya wajib, takbiratul ihram itu hukumnya wajib, berbicara dalam shalat itu hukumnya haram, dan sebagainya. Ketiga Bahwa ushul fiqh membahas kaidah dan metode istinbath hukum, sementara fiqh membahas hukum perbuatan mukallaf. 2. Tujuannya Dari segi tujuannya, ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari kaidah dalam rangka menghasilkan hukum syar’i. Sehingga dengan ilmu inilah seseorang bisa mengambil kesimpulan hukum syar’i dari dalil-dalil yang ada. Sementara ilmu fiqh itu adalah ilmu yang mempelajari status hukum mukallaf atau menetapkan hukum pada setiap perbuatan mukallaf. Dengan ilmu ini maka kita bisa mengetahui status hukum yang diperbuat oleh mukallaf. Dari perbedaan tersebut dapat kita ringkas sebagai berikut Fiqh Ushul Fiqh Dalilnya rinci Dalilnya global Pembahasan hukum syar’i secara rinci Pembahasan hukum syar’i secara global Tujuannya mengetahui hukum perbuatan mukallaf Tujuannya mengetahui kaidah istinbath dalil Agar lebih mudah memahami perbedaan kedua ilmu diatas, tentu kita harus mempelajari keduanya. Dengan mempelajari itulah maka kita akan merasakan dan dapat menyimpulkan perbedaan diantara kedua disiplin ilmu tersebut. C. Tujuan Mempelajari Ushul Fiqh Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa keberadaan dalil adalah dimaksudkan untuk menghasilkan hukum yang bisa diterapkan. Namun, keberadaan dalil tidak dapat diketahui kandungan hukumnya tanpa adanya kaidah baku untuk menentukannya. Nah, dengan ilmu ushul fiqh inilah kita mempelajari kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh para ulama agar tidak salah dalam mengambil kesimpulan hukum dari dalil-dalil yang ada. Maka dapat kita katakan bahwa tujuan mempelajari ushul fiqh adalah agar kita bisa menerapkan kaidah pada dalil-dalil yang ada sehingga bisa menghasilkan hukum syar’i yang bisa diamalkan. Berikut gambaran ringkasnya Kaidah Ushul > Dalil-dalil > Hukum Contoh Dalil perintah menunjukkan hukum wajib > Dirikanlah shalat > Shalat hukumnya wajib D. Manfaat Mempelajari Ushul Fiqh 1. Menyingkap Hukum Permasalahan Kontemporer Di era modern ini permasalahan kaum muslimin semakin lama semakin kompleks. Banyak sekali masalah-masalah kontemporer yang tidak diketahui status hukumnya. Oleh karena itu, dengan mempelajari ushul fiqh inilah seseorang dapat memecahkan permasalahan tersebut. 2. Mengkaji dan Menguji Ulang Ijtihad Ulama Terdahulu Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa kebenaran hanya ada pada Al-Quran dan As-Sunnah. Sementara kebenaran ijtihad para ulama tidak bersifat absolut. Karena bagaimanapun kemampuan mereka dalam berijtihad mereka adalah manusia yang berusaha memahami syariat Islam dengan segenap kemampuan mereka. Yang patut kita pegang adalah bahwa tidak ada satupun dari mereka yang mengklaim ijtihad mereka benar sepenuhnya. Selain itu, banyak sekali terjadi perselisihan pendapat antara salah satu ulama dengan ulama lainnya, terutama dalam permasalahan-permasalahan hukum yang tidak dijumpai dalil tegas yang menunjukkan status hukumnya. Disamping itu, ijtihad yang mereka hasilkan juga terikat dengan ruang dan waktu. Apa yang mereka upayakan dalam menyingkap status hukum suatu permasalahan yang belum ada di dalam Al-Quran dan As-Sunnah tentunya mempertimbangkan kemaslahatan pada tempat dan apa yang terjadi saat itu. Maka dengan ilmu ushul fiqh inilah kita bisa mengkaji dan menguji ulang pendapat-pendapat ulama terdahulu. Sehingga kita bisa mengetahui mana pendapat yang benar atau yang lebih kuat diantara pendapat yang ada sehingga dapat dijadikan pijakan dalam menentukan hukum. E. Sejarah Singkat Ilmu Ushul Fiqh Berikut ini sejarah singkat perkembangan ilmu ushul fiqh sejak zaman Nabi Muhammad shallallaahu alaihi wasallam hingga penyusunannya secara sistematis dalam sebuah kitab berjudul “Ar-Risalah” yang disusun oleh ulama yang sangat berilmu Al-Imam Asy-Syafi’I rahimahullah. 1. Masa Nabi shallallaahu alaihi wasallam Pada hakikatnya ilmu ushul fiqh ini sudah ada sejak zaman Nabi. Namun, ilmu ini masih berupa praktek dan belum berupa teori yang di susun dalam kitab-kitab. Bahkan ilmu ini lahir sebelum ilmu fiqh. Karena mustahil fiqh ada tanpa adanya ushul fiqh. Sebagaimana ilmu bahasa Arab, tentunya ilmu bahasa Arab sudah ada sejak dahulu. Namun, baru berupa praktek, belum berupa teori yang dibukukan secara sistematis. Bukti keberadaan ilmu ushul fiqh ini dapat kita ketahui dari kisah Rasul saat mengirimkan pasukannya untuk mengepung perkampungan bani Quraidhah.[3] Sebelum pasukan itu berangkat beliau shallallaahu alaihi wasallam berpesan pada pasukannya لاَ يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ العَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ “Janganlah salah seorang kalian shalat Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraidahah.” Namun, ditengah perjalanan, waktu Ashar pun tiba. Ketika waktu Ashar hampir berlalu sementara perjalanan masih jauh maka sebagian sahabat justru malah melaksanakan shalat Ashar. Sementara sebagian sahabat lainnya tetap melanjutkan perjalanan dan baru melaksanakan shalat Ashar pada malam hari sesampainya di perkampungan Bani Quraidhah. Dari kisah ini terjadi perbedaan pemahaman antara sebagian sahabat dengan sebagian lainnya. Pemahaman yang pertama memahami pesan Nabi secara tekstual, yakni “Tidak akan melaksanakan shalat Ashar apapun yang terjadi hingga sampai di tempat tujuan, yakni perkampungan Bani Quraidhah.” Sementara pemahaman yang kedua, memahami pesan Nabi secara kontekstual, yakni “Bercepatlah agar bisa sampai bani Quraidhah sebelum waktu Ashar tiba sehingga kalian bisa shalat Ashar di sana.” Perbedaan pemahaman ini tidaklah tercela. Karena kedua kelompok ini memiliki dasar masing-masing dalam memahami pesan Nabi. Bahkan, ketika kasus tersebut dilaporkan pada Nabi pun beliau tidak mencelanya. 2. Masa Sahabat radhiyallaahu anhum Pada masa ini permasalahan baru yang tidak pernah dikenal sebelumnya mulai bermunculan. Tentu permasalahan-permasalahan tersebut perlu diketahui status hukumnya. Terputusnya wahyu dan wafatnya Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam menjadikan permasalahan tersebut tidak bisa ditanyakan langsung kepada beliau. Oleh karena itu, para sahabat berusaha keras mengerahkan segenap pikirannya berijtihad untuk menjawab status hukum pada permasalahan tersebut. Karena tuntutan tersebutlah ilmu ushul fiqh semakin berkembang. Mereka para sahabat memperoleh kemampuan berijtihad melalui pengalaman mereka dan pengamatan mereka terhadap cara Nabi dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Selain itu, kemampuan mereka terhadap bahasa Arab dan kaidah-kaidahnya membuat mereka semakin mudah dalam menyingkap status hukum pada permasalahan baru yang dihadapi. Sahabat yang terkenal dengan kemampuannya dalam berijtihad saat itu, diantaranya Empat Khulafa’ur Rasyidin Ibnu Mas’ud Ibnu Abbas Aisyah binti Abu Bakar Ibnu Umar dll 3. Masa Tabi’in radhiyallaahu anhum Pada masa ini lapangan istinbath hukum semakin meluas, seiring semakin banyaknya persoalan yang mereka hadapi sehingga memerlukan kejelasan status hukum pada persoalan tersebut. Dalam menetapkan suatu hukum mereka menggunakan metode yang berbeda-beda; ada yang dengan metode qiyas, maslahah, amal ahli madinah, dan lain-lain. Pada masa inilah mulai muncul corak fikih yang berbeda diantara dua kota yaitu Madinah dan Irak. Beberapa tabi’in yang tampil sebagai mujtahid saat itu, diantaranya Sa’id Ibnu Musayyab Ibrahim An-Nakha’i Alqamah 4. Masa Imam Madzhab rahimahumullah Perbedaan aliran fikih tersebut semakin tampak pada masa Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Aliran tersebut diantaranya Madzhab Ahlir Ra’yi Aliran Fiqh Rasional Madzhab Ahlil Hadits Aliran Fiqh Tradisional Madzhab ahlir ra’yi atau disebut juga madrasah ahlir ra’yi berdiri di Irak yang diprakarsai oleh Imam Abu Hanifah. Sedangkan madzhab ahlil hadits atau disebut juga madrasah alhlil hadits berdiri di Madinah yang diprakarsai oleh Imam Malik. Perbedaan tersebut disebabkan beberapa faktor diantaranya Letak geografis Irak yang jauh dari sumber hadits yakni Madinah Banyak pemalsuan hadits di Irak sehingga sangat berhati-hati dalam menerima riwayat hadits Di Madinah apabila terjadi pemalsuan hadits lebih mudah diketahui mengingat banyaknya ulama hadits di sana. Kebutuhan hukum di Irak sangat kompleks, mengingat di sana adalah kota metropolitan Kondisi Madinah masih homogen dan kebutuhan terhadap hukum tidak begitu kompleks Pada masa Imam Syafi’i perkembangan ilmu fikih menjadi lebih pesat lagi. Adanya perbedaan corak fikih antara Irak dan Madinah menjadikan perdebatan antara ke dua kubu tersebut semakin sengit. Pada masa ini Imam Syafi’i menyaksikan langsung perdedebatan antara kedua kubu madzhab fikih yang berkembang saat itu. Dan saat itu, beliau juga belajar langsung dari kedua aliran fikih tersebut, yakni belajar langsung kepada Imam Malik, dan kepada salah satu muridnya Imam Abu Hanifah, yakni Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani. Dengan pengetahuannya yang luas itulah beliau menyusun secara sistematis metode kerangka berpikir yang harus ditempuh oleh seorang mujtahid dalam menyimpulkan hukum dalam kitabnya yang terkenal “Ar-Risalah”. RINGKASAN A. Pengertian Ushul Fiqh secara bahasa = Pondasi Pemahaman Ushul Fiqh secara istilah = Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh secara umum dan tata cara mengambil kesimpulan hukum dari dalil-dalil yang ada serta tentang ihwal mujtahid. B. Perbedaan dengan Fiqh Fiqh Ushul Fiqh Dalilnya rinci Dalilnya global Pembahasan hukum syar’i secara rinci Pembahasan hukum syar’i secara global Tujuannya mengetahui hukum perbuatan mukallaf Tujuannya mengetahui kaidah istinbath dalil C. Tujuan Mempelajari Mengetahui kaidah berfikir yang harus ditempuh untuk mengambil kesimpulan hukum dari dalil-dalil yang ada. D. Manfaat Mempelajari Menyingkap status hukum permasalahan kontemporer Mengkaji dan menguji ulang hasil kesimpulan hukum ulama terdahulu E. Sejarah Singkat Masa Nabi = Baru berupa praktek dan belum menjadi teori Masa Sahabat = Permasalahan baru muncul dan perlu diketahui status hukumnya. Maka para sahabat berusaha segenap kemampuan mereka menyingkap status hukum tersebut dengan ilmu yang mereka miliki. Masa Tabi’in = Permasalahan semakin komplek dan mulai muncul perbedaan aliran fiqh antara Irak dan Madinah. Masa Imam Madzhab = Muncul corak fiqh rasional yang diprakarsai imam Abu Hanifah dan corak fiqh tradisional yang diprakarsai imam Malik. Dua corak tersebut dipelajari imam Syafi’i. Kemudian kerangka berfikir yang beliau tempuh dalam mengambil kesimpulan hukum disusun secara sistematis dalam sebuah kitab berjudul “Ar-Risalah.” [1] Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Al-Ushul min Ilmi Al-Ushul, Daaru Ibni Al-Jauziy hlm. 7 [2] Ibid, hlm 8. [3] Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya no. 4119 dan juga selainnya.
BABII PEMBAHASAN A. Pengertian Ulumul a) Secara Etimologi (Lughawiyah) berarti : "Ulum" merupakan jama' dari pada "Ilmu", b) Secara Terminologi(Maknawiyah) berarti : "Al-fahmu wal idrak (paham dan menguasai)1 berbagai ilmu. dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat7"(Q.S. Al-A'raf : 204) b) Secara
Pengertian Al-Qur'an Secara Etimologi dan Terminologi - Kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. adalah al-Qur’an. Setiap muslim wajib mengimani al-Qur’an dan juga kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya, yaitu Zabur, Taurat dan Injil. Al-Qur’an berfungsi untuk membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya. Kita sebagai seorang muslim seharusnya mengenal al-Qur’an sebagai pedoman hidup way of life. Untuk mengenal al-Qur’an, hendaknya dimulai dengan memahami apa pengertian al-Qur’an serta segala hal yang berkaitan dengannya. Dan yang paling penting lagi adalah memahami isinya, untuk selanjutnya dapat melaksanakan ajaran-ajaranya. Bagi Nabi Muhammad saw., al-Qur’an berfungsi sebagai mu’jizat yang terbesar yang berlaku kekal abadi. Sebagai kitab mu’jizat, al-Qur’an tidak mungkin dapat ditiru dari aspek manapun dan oleh siapapun, karena alQur’an adalah benar-benar wahyu dari Allah Swt. Para ulama dalam bidang ilmu al-Qur’an telah mendefinisikan al-Qur’an menurut pemahaman mereka masing-masing, baik secara etimologi maupun terminologi. Secara etimologi para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan alQur’an. Berikut adalah beberapa pendapat tersebut Pengertian Al-Qur'an Secara Etimologi Menurut al-Lihyany w. 215 H dan segolongan ulama lain Kata Qur’an adalah bentuk masdar dari kata kerja fi'il. Qoroa artinya membaca, dengan perubahan bentuk kata/ tasrif Qoroa-Yaqrou - Qur'ana. Dan tasrif tersebut, kata Qur'ana artinya bacaan yang bermakna isim maf'ul artinya dibaca. Karena al-Qur’an itu dibaca maka dinamailah al-Qur’an. Kata tersebut selanjutnya digunakan untuk kitab suci yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. Pendapat ini berdasarkan ¿rman Allah Swt. sebagaimana yang termaksud dalam QS. al-Qiyamah ayat 17-18. Menurut Al-Asy’ari w. 324 H dan beberapa golongan lain Kata Qur’an berasal dari lafaz Qorona yang berarti menggabungkan sesuatu dengan yang lain. Kemudian kata tersebut dijadikan sebagai nama Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, mengingat bahwa surat-suratnya, ayat-ayatnya dan huruf-hurufnya beriring-iringan dan yang satu digabungkan kepada yang lain. Menurut Al-Farra’ w. 207 H Kata al-Qur’an berasal dari lafad Qoroinu merupakan bentuk jama’ dari kata Qorinati yang berarti petunjuk atau indikator, mengingat bahwa ayat-ayat al-Qur’an satu sama lain saling membenarkan. Dan kemudian dijadikan nama bagi Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw Menurut Az-Zujaj w. 331 H Kata Qur’an itu kata sifat dari al-qor'u yang sewazan seimbang dengan kata pu'lan yang artinya al-jam'u kumpulan. Selanjutnya kata tersebut digunakan sebagai salah satu nama bagi kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., karena al-Qur’an terdiri dari sekumpulan surah dan ayat, memuat kisahkisah, perintah dan larangan, dan mengumpulkan inti sari dari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Menurut Asy-SyaĮ’i w. 204 H Kata al-Qur’an adalah isim ’alaam, bukan kata bentukan isytiqa'q dari kata apapun dan sejak awal memang digunakan sebagai nama khusus bagi kitab suci yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. sebagaimana halnya dengan nama-nama kitab suci sebelumnya yang memang merupakan nama khusus yang diberikan oleh Allah Swt. yaitu Zabur Nabi Dawud as., Taurat Nabi Musa as. dan Injil Nabi Isa as.. Menurut Abu Syuhbah dalam kitabnya yang berjudul al-Madkhal li Dirasah Al-Qur’an al-Karim, dari kelima pendapat tersebut di atas, pendapat pertamalah yang paling tepat yakni menurut al-Lihyani yang menyatakan bahwa kata alQur’an merupakan kata bentukan isytiqaq dari kata Qoroa dan pendapat inilah yang paling masyhur. Ditinjau dari pengertian secara terminologi, para ulama’ juga berbeda-beda pendapat dalam mende¿nisikan al-Qur’an. Perbedaan itu terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan sudut pandang dan perbedaan dalam menyebutkan unsur-unsur, sifat-sifat atau aspek-aspek yang terkandung di dalam al-Qur’an itu sendiri yang memang sangat luas dan komprehensif. Semakin banyak unsur dan sifat dalam mende¿nisikan al-Qur’an, maka semakin panjang redaksinya. Namun demikian, perbedaan tersebut bukanlah sesuatu yang bersifat prinsipil, justru perbedaan pendapat tersebut bisa saling melengkapi satu sama lain, sehingga jika pendapatpendapat itu digabungkan, maka pemahaman terhadap pengertian al-Qur’an akan lebih luas dan komprehensif Pengertian Al-Qur'an Secara Terminologi Syeikh Muhammad Khudari Beik Dalam kitab Tarikh at-Tasyri al-Islam, Syeikh Muhammad Khudari Beik mengemukakan defnisi al-Qur’an sebagai berikut Artinya “Al-Qur’an ialah lafaz ϔirman Allah Swt. yang berbahasa Arab, yang diturunkan kepada Muhammad saw., untuk dipahami isinya dan selalu diingat, yang disampaikan dengan cara mutawatir, yang ditulis dalam mushaf, yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.” Subkhi Shalih Subkhi Shalih mengemukakan defnisi al-Qur’an sebagai berikut Artinya “Al-Qur’an adalah kitab Allah Swt. yang mengandung mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yang ditulis dalam mushaf-mushaf, yang disampaikan secara mutawatir, dan bernilai ibadah membacanya.” Syeikh Muhammad Abduh Sedangkan Syeikh Muhammad Abduh mendefnisikan al-Qur’an dengan pengertian sebagai berikut Artinya “Kitab al-Qur’an adalah bacaan yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang terpelihara di dalam dada orang yang menjaganya dengan menghafalnya yakni orang-orang Islam.” Unsur Pengertian Al-Qur'an Dari ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan beberapa unsur dalam pengertian al-Qur’an sebagai berikut Al-Qur’an adalah ¿rman atau Kalam Allah Swt. Al-Qur’an terdiri dari lafal berbahasa Arab Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Al-Qur’an merupakan kitab Allah Swt. yang mengandung mu’jizat bagi Nabi Muhammad saw. yang diturunkan dengan perantara Malaikat Jibril. Al-Qur’an disampaikan dengan cara mutawatir berkesinambungan. Al-Qur’an merupakan bacaan mulia dan membacanya merupakan ibadah. Al-Qur’an ditulis dalam mushaf-mushaf, yang diawali dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas Al-Qur’an senantiasa terjaga/terpelihara kemurniannya dengan adanya sebagian orang Islam yang menjaganya dengan menghafal al-Qur’an. Pengertian Al-Qur'an Secara Etimologi dan Terminologi Oleh
Secaraetimologi, ungkapan 'Ulum al-Qur'an berarti ilmu-ilmu al-Qur'an. Kata 'ulum yang disandarkan kepada kata "al-Qur'an" telah memberikan pengertian, bahwa ilmu ini maupun kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengannya dan selalu dibaca oleh kaum muslimin diyakini sebagai kitab suci yang memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Ulumul Qur'an terdiri atas dua kata 'Ulum dan Al-Qur'an. 'Ulum adalah jamak plural dari kata tunggal mufrad 'ilm , yang secara harfiah berarti ilmu. Sedangkan Al-Qur'an adalah nama bagi kitab Allah Swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dengan demikian, maka secara harfiah kata 'Ulumul Qur'an dapat diartikan sebagai ilmu-ilmu Al-Qur'an atau ilmu-ilmu yang membahas Al-Qur' kata jamak pada 'Ulumul Qur'an, tidak kata mufrad yakni ilmul Qur'an, karena istilah ini tidak ditunjukkan kepada satu cabangilmu pengetahuan yang bertalian kepada Al-Qur'an, akan tetapi mencakup semua ilmu yang mengabdi kepada Al-Qur'an atau memiliki sandaran rujukan kepada Al-Qur'am.[1]Baca juga Kajian Teks dalam Perspektif Filologi dan Ulumul Hadist Taarif atau pengertian Ulumul Qur'an yang dikemukakan oleh para ahli tidak sedikit tidak semua pendapat para ulama dikemukakan, tapi hanya sebagian dari pendapat tersebut yang dapat dikemukakan, antara lain Al-Zarqoni Imam Al-Zarqoni menyatakan bahwa Ulumul Qur'an adalah ilmu-ilmu yang membicarakann hal-hal yang berhubungan dengan Alquranul Karim, yaitu dari aspek turun, susunan, pengumpulan, tulisan, bacaan, penjelasan tafsir, mukjizat, nasikh, mansukhnya, serta menolak terhadap hal-hal yang dapat mendaptangkan keaguan terhadapnya Al-Qur'an.[2]Baca juga Ulumul Quran dan PerkembangannyaAs-syuthiImam As-Suyuthi menyatakan bahwa Ulumul Quran adalah Ilmu yang membahas seluk-beluk Al-Qur'an. Diantaranya yaitu yang membicarakan aspek turunnya, sanadnya, bacaannya, lafaznya, maknanya yang berhubungan dengan hukum, dan lain sebagainya.[3] Baca juga Ulumul HaditsMuhammad Ali Ash-Shobuni Adapun yang dimaksud dengan 'Ulumul Qur,an dalam terminology para ahli ilmu-ilmu Al-Qur'an seperti yang diformulasikan Muhammad 'Ali al-Shabuni yaitu Ilmu-ilmu yang membahas tentang turunnya Al-Qur'an, pengumpulannya, susunannya, pembukuannya, sebab-sebab turunnya, makkiyah dan madaniyyah serta mengenai nasikh dan mansukhnya,muhkam dan mutasyabihnya, dan lain-lain yang sehubungan dengan Al-Qur'an.[4] Lihat Humaniora Selengkapnya
QemVWe. 7rda0fnh7z.pages.dev/4267rda0fnh7z.pages.dev/2927rda0fnh7z.pages.dev/527rda0fnh7z.pages.dev/4707rda0fnh7z.pages.dev/2677rda0fnh7z.pages.dev/1717rda0fnh7z.pages.dev/227rda0fnh7z.pages.dev/292
pengertian ulumul qur an secara etimologi dan terminologi